Jumat, 29 Agustus 2014

Intreprentasi Cerpen Sulaiman Pergi Ke Tanjung Cina


(1). Struktur
No
Struktur Teks
Kalimat dalam teks
1.
Abstrak
Kemilau emas memancar saat Zhu membentangkan benang emas di sudut kain pelepai. Sinar perak jarum di tangannya menyulan satu kehidupan tajam yang menusuk. Udara Danau Menjukut berbau bunga kpi, bertiup perlahan memasuki rongga hati, dan menghempas dada Zhu pada barisan awan di langit menuju ke arah lauy, kearah pantai, ke arah Teluk Tanjung Cina. Di sanalah Sulaiman, lelaki yang telah menebas separuh umurnya, telah terkubur dan pergi.

“Sulaiman. Sulaiman. Itulah Zhu, dan aku bicara padamu!”

Bukit Barisan Selatan yang memanjang bergelombang seperti hidup, karang-karang yang menjorok runcing dan tegak menuju kearah perih laut Hindia, dri Krui hingga Pulau Betuah. Dan bunga-bunga kopi, dan pucuk-pucuk damar, dan awan awan biru-semua jelmaan tanah Tuhan ini, semata tercipta untuk kesetiaan cinta pada Sulaiman.

Kegembiraan separuh umur, dan kesedihan pada ujung hidupnya, menciptakan runcing jari-jari Zhu pandai menari. Menari dan bernyanyi di atas hamparan kain sulaman. Menyerut seluruh jiwa sedih, yang gembira, yang mabuk, dan putus asa. Lautan asmara,nyanyian cinta, kerinduan perih, dan pujian kepada tanah tempat lelakinya terkubur. Ia menyeru diatas sehelai kain pelepai, menggambar pola-pola yang rumit, dan membayangkan seluruh dirinya masuk. Menjadi naga yang menggerakkan seluruh gelombang tanah, bukit, gunung-gunung, menjadi liukan benang-benang emas dan rajutan benang-benang perak yang berkelit dan berkelindahan dalam gulungan warna aroma ombak, hijau daun, putih awan.

Ada merah api cinta yang semerbak di sana, ada kuning sejarah yang membentang di atas helai pelepai setelah dicipta berhari-hari. Begitu indah, dan selalu; delapan belas hari kemudian ia akan berjalan dari Danau Menjukut ke arah nukit. Mencari angin yang bisa menyampaikan gema suaranya ke arah laut. Mencari temapat di mana ia bebas memandang pada titik pantai Tanjung Cina, yang diapit Selat Sunda serta Samudera Hindia. Di atas batu ia selalu akan meniru gerak laut, mengibarkan kain tapis dan berteriak gembira.
“Sulaiman. Sulaiman. Itulah kain tapismu yang ke 340! Akulah Zhu, istrimu. Perempuan yang telah menciptakan tarian sulaman benang dari separuh jiwaku. Dan kini aku bicara padamu! Sulaiman. Sulaiman. Itulah Zhu, dan aku bicara padamu!”

2.
Orientasi
Setiap puncak Krakatau menyembul saat gelobang laut surut di pagi hari. Maka akan terliat ibuan waet terbang berputar putar mencari keangatan perpaduan kepudan dan matahari yang keangatan udaranya mungkin tidak akan pernah ditemukan dibenua manapun.lalu menjelang sepenggalah hari, gerombolan hitam ribuan burung laut yang gesit itu akan bergerak cepat memintas selat menuju teluk lampu dan teluksemangka. Disanalah suga dari segala keriangan makhluk hitam itu tersedia, dari pagi hingga petang. Dari rantai makanan hingga kenyamanan angin, udara, dan matahari, yang mencipta gairah untuk syarat berkembangbiak ratusan bahkan mungkin ribuan tahun tesedia secarra alamiah sepanjang hari. Seiring waktu bergeser, hingga senja mulai membayang, mereka kemudian akan bergelombol berlesatan menuju pulau tabuan, menuju gelap sempurna. Lantas gerombolan hitam itu akan memecah diri menjadi keompok –kelompok kecil, dan bergerak bercericit menuju ke berbagai arah mata angin: kota agung,kalianda dan Bandar lampung. Dikota kota beraoma pantai itulah mereka menemukan sarang.istana tempat terlelap dimalam hari, yakni rumah rumah gelap, lembab dan nyaman,berupa gedung gedung tinggi menjulang berbentuk kotak beton tak berjendela.
          Hamparan ratusan kotak beton diseantero kota – kota itu, adalahjebakan cerdik yang dibikin oleh manusia untuk memindahkan mereka dari keidupan lepas pantai – pantai bekarang sepanjang bukit barisan pantai selatan. Sesungguhnyalah wallet adalah makhluk yang mencintai kenyamanan, kemudahan dan jalan pintas yang prakis.mereka tantu tidak diciptakan tuhan untuk berfikir tentang kebebasan. Maka bermigrasilah,setiap hari ratusan hingga ribuan walet memadati jebakan jebakan nyaman yang dibuat diburu. Diburu sarangnya ,yang elak diperjualbelikan sebagai bang ajaib dengan harga teramat tinggi
          Migrasi walet yang membawa harta karun dari sarangnya yang tak tenilai, adalah juga berarti migrasi manusia (para pemburu walet) yang bergelombang dating dari berbagai pulau seberang. Maka begitulah sejarah kota kemudian  terbentuk, menjadi Bandar yang ramai, menjadi tempat singgah para pelancong yang akhirnya menetap kawin dan beranak pinak. Maka begitulah sejarah kedatangan zhu yang tiba pertamakali ke bandarr lampung dengan membawa pesona kecerdasan dan keuletan serta aroma kecantikan perempuan matang di usia remaja seorang anak saudaga besar dengan bakat cemerlang.
          Zhu mengawali sejarah dengan melakukan peerjalanan jauh dari pulaunya, kalimatan timur. Meninggalkan leluhur menuju satu titik kota berteluk hangat di selat sunda. Para pedagang antar pulau telah mengabarkan sebuah rahasia besar dihadapan ayahnya Zhu Miau Jung, “ Ada ratusaan ribu walet memadati puncak gunung tengah laut di selat sunda. Ada teluk diunjung   timur pulau sumatera yang memanjang dengan tebing tebing karang menuju deretan bukit barisan. Ada kota kota bearoma pantai. Ada beberapa orang behasil membuat jebakan rumah bagi ribuan wallet yang malang!”
          Begitulah zhu mulai sejarah dengan membuat jebakan dari seperti tanah yang ia beli dan membangunya menjadi istana wallet dengan keahlian ang tidak diragukan lagi. Dialah peremuan dengan aroma laut yang berpadu keindahan teratai. Dialah yang sejak lahir dididik sebagai pemburu wallet ulung yang kelak berhak menyandang keahlian serta nama besar zhu pembuu wallet palingterkenal lantaran ketajaman instingnya.
          Konon zhu telah melahirkan legenda bahwa hanya dialah yang bisa mengerti bahasa burung nyaris seluruh pedagang besar di nusantara timur percaya. Maka ketika berita keajaiban tentang selat sunda tiba, ia tertantang untuk mendoong putrid satu satunya pergi. “bukan lantaran usiaku telah mulai tua bukan itu. Petuaangan untuk sebua penaklukan tak pernahmengenal umur tapi kau harus segera mendapatkan pilihan hidupmu. Pergilah zhu kau sudah pantas dan matang untuk memulai. Buru dan tangkap waletdan letakan dalam jumlahribuan didadamu untuk melanjutkaan nama besar ayahmu nama baik leluhumu
          Ada deraian hujan pada matanya sempit membuat setiap orang yang didampinginya tunduk dengan senang hati. Keramahan pada rambutnya panjang berkibar kesopanan pada kulit puyih seterang bulan, dan lesung pipi yang berkali membikin lelaki mabuklantaran rindu. Zhu Ni Xia menjaditerkenal sentereo mata angin
          Dari Liwa hingga kota bumi bahkan orang orang Menggala seringkali singga untuk menukar pisang dang eta dammar, dengan beras dan gula.dari waktu menjadi Bandar, meluaskan niaga dengan membangun puluhangudang : tempat menukar dammar menjadi gulaatau ratusan karung kopiditukar dengan kain gemercing mata uang. Kapal barang barang yang snggah selalu menjabat tangan zhu dengan hormat dan menyampaikan salam kebesaran atas nama marga’ zhu”selamat sejatera pada bisnis Nona Zhu yang semakin maju

3
Komplikasi
Akulah lelaki yang menantang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malam. Nyala api membumbung, membakar lumbung, membakar atap dan dinding-dinding puluhan rumah. Demi Tuhan, kesedihan turun lewat langkah-langkah bergegas, dan teriakan kematian menggema pada ladang-ladang kopi. Sayup di Balai Kampung sekumpulan lelaki memainkan gamelan bambu cetik, dengan nada putus-asa, seolah dengan pukulan-pukulan itu mereka menyatakan bahwa mereka adalah sekelompok petani pribumi yang punya hak sama, dan tak sudi untuk pergi.

Sejak sore hari, menjelang maghrib, tanda-tanda itu sudah dimulai. Made Sukari berlari menuruni bukit, sambil terus menunjuk ke arah lembah, “Celaka. Mereka betul-betul tengah bergerak! Mereka hendak menyerbu!”

Dua ekor gajah telah mati, seminggu sebelum kegawatan semakin memuncak, dan Made Sukari berlari memberi tanda menuruni bukit. Wajah-wajah pucat dan gemetar menjalar, melewati ladang, kebun, dan rumah-rumah yang langsung siaga.
“Siapa lagi yang telah membunuh gajah-gajah itu? Demi Tuhan, ini pertanda celaka!”
Dua gajah telah mati. Sebelumnya, empat ekor gajah ditemukan tanpa nyawa dengan leher terbelah dan gading lenyap meninggalkan dua bolongan kasar di kepala. Tak ada petani di Kualakambas yang tega membunuh makhluk raksasa bermata lembut, Puluhan, bahkan ratusan kali mereka menghalau gajah-gajah yang tersesat di ladang, hanya dengan teriakan serta sapaan, “Pergilah manis, hus, hus, pergilah dari ladang kami.” Antara gajah dan petani telah memiliki tautan hati yang sama. Tak perlu ada parang menempel, apalagi sampai membelah leher.

Mereka akan pergi dengan langkah lamban, dan anak-anak seringkali menyanyikan nyanyian gembira sebagai pengiring, “Pergilah wahai barisan gendut, menuju hutan, bersama angin, menyongsong hujan....”

Tapi gajah-gajah itu telah terlanjur mati, dibunuh dengan keji. Dan gajah yang mati akan menuntut balas dari negara. Sudah terlalu lama kampung ini berurusan dengan negara. Bahkan 18 tahun silam, ayahku terbunuh bersama 200 petani kopi yang dianggap membangkang, memberontak, hanya lantaran ia kukuh berkata: “Sudah berpuluh tahun kami berdiam di sini, sebelum kawasan hutan negara ditetapkan. Kami tidak tinggal di hutan, tidak merusak hutan, dan tidak punya niat menjarah hutan. Kami adalah petani! Kami adalah pribumi, meski leluhur kami berasal dari berbagai pulau dan berbagai suku! Kami adalah....”

Akulah lelaki yang menantang angin di malam ketika serentetan tembakan menggema sepanjang malam. Akulah yang seringkali berkata kepada mereka, bahwa kematian gajah-gajah hanyalah alasan agar kami semua dianggap bersalah, dan berhak untuk dipaksa pergi. “Pergilah kalian, bakar kebun kopi dan ladang, untuk dikembalikan menjadi hutan!” begitulah yang seringkali kudengar dari mulut ibuku saat menceritakan bagaiana ayahku mati. Maka tak perlu lagi bertanya tentang siapa pembunuh gajah, kenapa gajah harus dibunuh. Demi Tuhan, ketika Made Sukari berlari menuruni bukit, dan para lelaki berkumpul di Balai Kampung lalu memainkan gamelan bambu cetik dengan putus asa, ku sudah berkata: “Larilah ke utan. Carilah jalan.”

Tapi mereka bergening. Lalu suara tembakan, lalu asap pertama mengepul, lalu suara-suara jeritan, teriakan dan entah-barangkali kematian. Gelap aku menerabas pepohonan, menyeret tangan Nyiwar-ibuku. Berkelebat di pekat hutan, terus berlari, menerabas berhari-hari. Entah berapa waktu telah hilang digerus perih dan lapar, dan kesakitan. Hingga tiba di kampung yang entah, sebuah jalan raya, dan truk pengangkut karet membawaku ke depan pintu gerbang ini.
“Tolong bukakan gerbang. Katakan pada Nona Zhu, saya Sulaiman. Saya tidak sedang membawa barang. Saya harus ketemu Nona Zhu.”


4.
Evaluasi
          Sulaiman dan berpuluh lelaki yang ia kenal baik, biasanya dating membawa karung-karung biji kopi berkualitas baik . tapi kali ini Zu melihatsesosok lelaki berantakan penuh goresan luka serta menggenggam erat tangan perempuan tua. Lelaki itu menggembol bungkusan kain yang jelas pastilah bukan biji kopi dan memandang kepadanya dengan tatapan gawat.Zhu melangkah mundur dengan reflex
          Zhu menghiup nafas dalam dalam. “setiap petugas yang dating memeriksa gudangku, selalu mengatakan bahwa aku tak pernahmenerima biji kopi dari perkampungan yang masuk kawasan hutan Negara. Tapi kau tau Sulaiman bertahun tahun aku tetap meneima kopi dari kalian. Selalu dalam pikiranku bahwa ada sesuatu yang salahdi negri ini. Nah,  sampaidua hari lalu aku mendapat penekanan yang lebih keras bahan ancaman jika ada karung kopi yang dicurigai berasal dari kawasan hutan Negara gudangku akan dibakar. Nah, bisa apa kau sulaiman? Sekarang engkau makanlah bersama ibumu . setelah itu pergilah demi tuhan sulaiman aku tidak bisa berbuat apa apa. Bisa apa aku dalam kondisi seperti iniaku tidak bisa menawarkan kalian untuk tinggal”
          Saya dating esini lantaran bertahun – tahun Nona melindungi kami  dengan cara tetap membeli kopi dari kebun kamimeskipun teramat besar resiko buat Nona. Tentu saya tidak akan lagi merepotkan”
          Lalu kini dihadapanya serang lelaki muda dan seorag perempuan itu menjadi pelarian dan dating di depan gerbang pintu rumahnya. Ia melihat kedua oang itu dari jauh, dai seberang meja makan, dan air mata zhu menitih dalam diam. Demi Tuhan bukan dua sosok tulah di meja makan itulah yang ia  lihat, tapi bayangan sebelas tahun silam serta keagungan ayahnya yang mampu berdiri  tegak diantara para pelarian,meskipun penuh resiko.

          “Terimakasih,Nona! Hanya 18 kain tapis itulah barang yang bisa kami bawa. Terserah nona mau dinilai berapa. Kami membutuhkan uang untuk pergi kejawa. 18 kain tapi ini disulam ibu saya dengan sepenuh hati betahun-tahun” begtulah Sulaiman berkata.

           Lalu Zhu melihat kepergian dua orang itu. Terpaksa hanya melihat dengan hati perih.


4.
Resolusi
Siapa nyana, bahwa delapan belas helai kain tipis buatan tangan Nyiwar, telah membuat batin Zhu tercabik parah dan gila, begitu teramat menderita. Ia tak pernah membayangkan, bahwa sehelai kain akan menyimpan getaran dasyat yang langsung menusuk pada jiwanya yang paling dalam. Pola-pola dari silangan benang emas dan benang perak, liukan-liukan garis yang menyerupai api, cinta, dendam serta gambar-gambar dekoratifdalam olahan lambang daun, tanah, laut dan langit, telah menuntunnya untuk mengaca pada dirinya,serta hatinya. Alangkah dalam sentuhan jiwa yang paling perih, alangkah gila cinta yang tertahan rindu dan kehilangna, alangkah ganas dendam yang terekam dalam keputusasaan, alangkah indah jiwa-jiwa yang halus! Sungguh Zhu merasa telanjang dan malu.
Dengan segera ia menyebar orang-orang untuk mencari jejak Sulaiman.
Hingga harapan pagi harinya berubah semakin tipis. Dan pada siang hari seorang pemcari mengetuk ruangan Zhu sambil berkata,
“Mereka sudah di depan, Nona”
Alangkah aneh, saat Zhu langsung menghambur dan memeluk Nyiwar, “Tidah sepatutnya aku meminta kalian pergi. Aku meminta maaf. Tinggallah disini”
“Terima kasih Nona, tapi kenapa?” Sulaiman menyela.
Ia merasa heran .
“Aku malu dengan kebesaran Ayah, kemuliaan leluhur, yang menitipkan namanya padaku. Kami pernah mengalami hal serupa denganmu, Sulaiman. Dan kini aku siap dengan segala resiko. Sekali lagi, aku mohon, maafka keputusanku yang terburu-buru kemarin. Tinggallah disini. “Betapa Zhu ingin terus memeluk Nyiwar, melihat kedalaman matanya, merasa kerut tangannya, dan melihat ada apakah        di balik tubuh ringkihyang sesungguhnya teramat perkasa ini? Darimana datangnya kehalusan jiwasehingga tangan keriput ini bisa mengalirkan keindahan, kobaran cinta, kerinduan sedih, serta dendam putus asa, lewat tarian Sulaiman kain tipis yang begitu menggetarkan? Ia ingin bertanya. Ia ingin menyelam. Ia ingin merengkuhkan seluruh tubuhnya, dan dengan hormat memanggil “Ibu”.
Kadang tentang masa kecil Sulaiman. Tentang penembakan. Tentang air mata yang mengalir saat menanam benih kopi. Tentang gelak tawa. Tentang air hujan. Tentang pembakaran rumah. Tentang apa saja.
Nyiwar kadang terkekeh saat menceritakan Sulaiman.
“Ia seperti ayahnya, dengan naluri besar melindungi dan membela para petani. Menyelundupkan biji-biji kopi agar tetap bisa dijual, sebagai upaya agar para petani bisa bertahan di tengah berbagai ancaman. Ia seprti ayahnya, tak bisa melihat orang lain menderita. Kau tahu Nona ia melihat dengan kepala sendiri saat  ayhnya di tembak mati “
Setiap kali Zhu memandang dari kejauhan kamar tempat lelaki itu membuka jendela. Ia tiba-tiba saja merasakan bagaimana angin yang bertiup dari kamar Sulaiman adalah tiupan harum seribu bunga. Ia jatuh cinta. Ia terus menggalang kontak dengan para petani, mencatat data mencari bukti-bukti. Akhinya Sualiman muncul, rona wajah Zhu menjadi purnama.

5.
Koda
Zhu Nixia,perempuan matang yang kini telah memil takdirnya.pada malam ketika kapal barang singgah dibandar ia menitipkan pesan untuk ayahnya.”aku telah menemukan lelaki, Ayah dan aku jatuh cinta kepadanya datanglah segera untuk menjadi wali bagi putrimu tercinta.” Ada purnama adsa cahaya tapi adalautan ang mengirimkan badai” sampaikan pada Sulaiman, aku bersedia menjadi istrinya” begituia meminta kepada Nyiwar, dan begituah Nyiwar mengatakan pada Sulaiman. Lalu bulan berganti.
          Ketika madu tumpah dilautan ketika ia resmi memanggil ibu kepada Nyiwar perempuan lembut sekokoh karang dan ia resmi memanggil abang kepada suami. Angin ibukota tiba-tiba mengirimkan badai ebih besar pada parasnya yang jelitaa.
          Dari Teluk Jakarta sebuah kapal perang berpenumpang ratusan prajurit merapat dibandar, mengendap disubuh hari. Mengepung kota, menyisir gunung. Berita pemberontakan petani kopi kembali peca menjadi prahara. Segerombolan lelaki garang mendobrak gerbang pintu rumah pengantin jelita, membakar gudang dan memporak porandakan segala.
          Teriakan kata penghianat dan penadah, mengawali letusan tembakan dipagi buta. Sulaiman digelandang paksa meninggalkan ceceran darah, dan tatapan penuh cinta

(2). a.) dan b.)
No
Tokoh
Karakteristik
1.
Sulaiman
Berani, Pantang menyerah, rela berkorban, gigih
2.
Zhu
Cerdas, ulet, penolong, rendah hati
3.
Nyiwar
Baik, sabar, lemah lembut
4.
Made Sukari
Baik, berani

c). Latar alat : kain tapis,gamelan gambuh, kapal perang
     Latar suasana : tegang, haru, sedih
     Latar tempat : bandar Lampung, kuala kambas, ladang hutan, kebun pelabuhan, pantai, balai kampung, rumah Zhu
    Latar waktu :pagi, petang, malam hari, Subuh

d). PLAUSIBILITAS
Iya logis,karena dari cerita terrsebut ayanya memang mati karenademi membela hutan negaa yang telah menjadi tempat tinggalnya dan Sulaiman pun menjalankan hubungan dengan Zhu yang pada akhirnya Sulaiman mati Karena tertembak oleh tawanan lelaki garang.

SUPENSE
Iya karena dari alur yang campuranitu mendorong untuk maju mengetahui awal mula cerita dan akhir cerita yang disebabkan dengan pengaruh / kelanjutkan yang diberikan oleh penulis yaitu sebab apa ayah sulaiman mati, awal mula sulaiman dan zhu menjalin hubungan dan akhir ceritanya yang mati dibunuh oleh lelaki garang

SURPRISE
Tidak terduga jika sulaiman mati dibunuh oleh gerombolan lelaki disaat ia telah memiliki kehidupan baru bersam zhu

UNITY
Ada karena terdapan semua unsure yaitu instrinsik dan ekstrinsik yang berpadu menjadi 1 dalam cerita tersebut 

13 komentar:

  1. makasih banget kak :)))

    BalasHapus
  2. makasih, mas atas infonya.
    sangat membantu :)
    GBU :D

    BalasHapus
  3. thanks banget ya.... tugas aku kebantu bgt sama postingan ini

    BalasHapus
  4. sangat membantu :) ,terima kasih .. :)

    BalasHapus
  5. dikasih cuplikan teksnya dong ;;)
    Muuciw :)

    BalasHapus
  6. terlalu berbelit-belit struktur cerpennya

    BalasHapus
  7. Ada yang salah kak u.u
    Seharusnya orientasinya dari bukit barisan selatan sampai putih awan :)))))

    BalasHapus
  8. PLAUSIBILITAS iku apa ya

    BalasHapus
  9. Makasih yaa, ini ngebantu banget buat tugas sekolah...

    BalasHapus