Epic
1.
Pengenalan
Epic adalah film animasi komputer
3D bertema drama-fantasi-petualangan berdasarkan buku anak “The Leaf Men and
the Brave Good Bugs” (Si Pria Daun dan Kumbang Baik Pemberani) karya
William Joyce. Film ini diproduksi oleh Blue Sky Studios, dan disutradarai oleh
Chris Wedge, yang pernah menyutradarai film Ice Age (2002) dan Robot (2005).
Pengisi suara pada film ini beberapa di antaranya adalah Amanda Seyfried, Colin
Farrell, Josh Hutcherson, Christoph Waltz, Aziz Ansari, Chris O'Dowd, Pitbull, Jason
Sudeikis, Steven Tyler, dan Beyoncé Knowles. Film ini dijadwalkan rilis pada
tanggal 24 Mei 2013.
Film ini menggambarkan sebuah "pertempuran
dalam hutan antara kekuatan baik dan jahat." Bercerita tentang seorang
gadis remaja yang menemukan dirinya dalam dunia rahasia. Di sana, dia harus
membantu sebuah kelompok, yang terdiri dari makhluk-makhluk aneh namun
menyenangkan, untuk menyelamatkan dunia mereka dan sekaligus menyelamatkan
dunia nyata.
Penokohan :
- Amanda Seyfried sebagai Mary
Katherine (alias M.K.), putri Professor Bomba yang berusia 17-tahun
- Josh Hutcherson sebagai Nod, ksatria
Leafmen pemula
- Colin Farrell sebagai Ronin, ksatria Leafmen berpengalaman
dan pemimin Leaf-Men
- Beyoncé Knowles sebagai Queen Tara, ratu
hutan
- Christoph Waltz sebagai Mandrake, pemimpin
Boggans
- Aziz Ansari sebagai Mub, seekor keong
- Pitbull sebagai Bufo, seekor katak
- Jason Sudeikis sebagai Professor Bomba, ayah Mary Katherine
- Steven Tyler sebagai Nim Galuu, seekor ulat
- Blake Anderson sebagai Dagda, putra Mandrake
- Judah Friedlander sebagai Larry
- Chris O'Dowd sebagai Grub si Siput
2.
Alur
Seorang gadis muda bernama Mary Katherine tinggal
di sebuah pondok di hutan dengan ayahnya Profesor Bomba dan anjingnya. Profesor
Bomba telah lama mempelajari sekelompok ksatria yang tinggal di hutan sebagai
penjaga hutan tersebut. Dia sering pergi ke dalam hutan dan mengamati mereka.
Suatu hari, sang profesor tidak kembali dari
hutan, sehingga Mary Katherine memutuskan untuk mencarinya. Beberapa jam
mencari, dia melihat daun-daun gugur yang bersinar. Saat mengambil salah satu
daun tersebut, tubuhnya tiba-tiba mengecil. Dalam keadaan sangat kecil, dia
bertemu dengan kelompok ksatria yang sedang diselidiki ayahnya, yang dikenal
sebagai Leafmen (Manusia Daun). Dia terpaksa membantu mereka dalam perang
melawan kelompok jahat yang dikenal sebagai Boggans yang dipimpin oleh
Mandrake, sambil mencoba mencari tahu bagaimana cara kembali pulang.
3.
Teks Ulasan
Film ini seperti tidak perlu sebuah upaya yang begitu besar untuk meyakinkan
para calon penontonnya. Trailer yang dibentuk cukup menjanjikan, jajaran
pengisi suara yang dengan mudah akan mencuri perhatian dari Pitbull
hingga Steven Tyler, hingga judul yang ia usung, seperti menunjukkan
sebuah rasa percaya diri yang begitu tinggi pada kualitas paket yang ia miliki.
Namun Epic bukan karya DreamWorks, apalagi Pixar. Blue
Sky Studios, mereka (hanya) punya Rio yang menarik, selain itu hanya
ada Ice Age series yang kita tahu bersama kualitasnya.
Ceritanya
ternyata sangat klasik, jauh dari tingkat ekpektasi yang ia ciptakan melalui
trailer. Ada Professor Bomba (Jason Sudeikis) yang hidup bersama seekor
anjing berkaki tiga bernama Ozzie, di rumah tua dengan tampilan yang
kurang menarik dekat sebuah hutan yang sepi. Suatu ketika ia kedatangan tamu
tak diundang, Mary Katherine (Amanda Seyfried), atau yang kini disapa
M.K., anak perempuannya yang telah lama berpisah. Tapi kedatangan Mary ternyata
seperti tidak menjadi sesuatu menarik bagi Bomba, karena penyelidikannya pada
kemungkinan eksistensi tiny people di hutan tiba-tiba menunjukkan sebuah
hasil.
Mereka ada, kawanan Leafmen, dibawah kekuasaan Queen Tara
(Beyoncé Knowles), komando dari pemimpin pasukan Ronin (Colin Farrell)
yang juga punya beban pada seorang anak bandel bernama Nod (Josh Hutcherson).
Namun ketika mereka sedang melakukan sebuah ritual, mereka diserang sekelompok
pasukan busuk bernama Boggans yang dipimpin oleh Mandrake (Christoph
Waltz). Celakanya M.K.,yang saat itu sedang berlari ke hutan, melihat Queen
Tara yang terluka akibat serangan tadi, mendapatkan wasiat penting demi
keselamatan hutan, dan terpaksa harus terlibat dalam peperangan dengan jiwa
yang telah terjebak dalam tubuh barunya yang kini mengecil.
Sesuatu yang tidak dapat disangkal dari premis yang ditawarkan oleh Epic
adalah mereka terlalu klasik, dan langsung menciptakan sebuah kewaspadaan,
hubungan personal antara ayah dan anak perempuannya, dibalut bersama
petualangan di dunia magic dalam wujud abnormal. Memang hal tadi bukan hal yang
tabu, dan mengemasnya kembali menjadi sebuah cerita baru juga bukan sebuah
tindakan yang salah. Namun ini terlalu mudah untuk diprediksi, bahkan
terasa sulit untuk mencari titik dimana sebuah harapan dapat dibentuk untuk
kehadiran kejutan dalam cerita.
Tapi lagi dan lagi, trailer kembali memegang peranan penting.
Rasa pesimisme tadi sedikit berkurang ketika mengingat betapa menariknya
trailer yang film ini miliki, lucu dan seru. Tapi ternyata apa semua yang ia
tampilkan disana merupakan hal menyenangkan yang dimiliki film ini. Epic
mulai kehilangan pesona dari judul yang ia punya, seperti dengan sengaja
memberikan secara total semua hal menarik untuk menarik perhatian calon
penonton, karena mereka tidak yakin apa yang mereka miliki akan mampu tampil
memuaskan. Ya, itu hanya jebakan.
Jika dikemas dalam kalimat singkat, ini membosankan. Premis klasik yang
masih punya potensi menarik itu pada akhirnya terbentuk seperti kemampuan yang
Queen Tara miliki, mampu berjalan diatas permukaan air. Melayang kesana kemari,
Chris Wedge tidak mampu memegang dengan erat plot cerita, konflik Bomba
terasa goyang, konflik Nob juga goyang, dan terjadi pada konflik lainnya.
Cerita yang Wedge tulis bersama William Joyce dan James V. Hart
terasa tidak rapi, menggunakan teknik lompatan cerita dengan maksud menjadikan
komposisi cerita semakin padat namun harus berakhir tragis ketika berbagai plot
tadi tidak terbentuk sempurna sehingga meninggalkan hole yang begitu
mengganggu pada alur cerita.
Cerita yang Epic miliki seperti coba dibentuk oleh trio tadi agar tampil
simple dan mudah dimengerti. Memang berhasil, namun mereka kurang cermat dalam
menutupi beberapa hal yang justru menghadirkan pertanyaan, contohnya seperti
apa penyebab Nod bisa sebandel itu? Kenapa Mary bisa sangat enjoy, dimana rasa
cemas yang ia miliki? Setiap karakter seperti dihadirkan begitu saja tanpa
dibekali dengan sebuah latar belakang yang kokoh. Membuat penonton bingung
dengan cerita yang kompleks itu menarik, dengan cerita yang simple hal itu
sebenarnya tetap menarik namun tidak bagi film animasi. Begitupula dengan cara
ia berjalan, menarik diawal, kemudian tensi cerita mulai naik dan turun, namun
mulai berantakan selepas menit ke 30.
Apalagi kekurangan yang dimiliki Epic? Masih ada, sebut saja upaya
mereka yang terlalu overdo dalam dua elemen penting cerita. Konflik utama
dikemas terlalu serius, dalam jangka waktu yang cukup panjang bahkan sempat
terjadi sebuah kesunyian di dalam studio, anda seperti dipaksa untuk serius
dalam merasakan makna yang tersimpan dalam tiap dialog. Dan celakanya itu juga
terjadi pada sisi ringan yang ia miliki, lelucon yang tidak bekerja dengan baik
dalam jumlah besar. Lagi, anda seperti dipaksa untuk tertawa bersama berbagai
joke yang terkadang menggangu mayoritas berasal dari dua karakter hewan melata,
Mub (Aziz Ansari) dan Grub (Chris O'Dowd). Berhasilkah? 30:70,
dan itu zona yang sangat sangat berbahaya.
Fyi, Chris Wedge dan William Joyce pernah meraih Oscar
untuk film animasi, namun itu pada kategori short film, durasi tujuh hingga 15
menit. Dan disini mereka seperti kehabisan sebuah ide segar untuk memanjangkan
cerita, baik itu pada bagaimana langkah dari cerita yang menarik hingga cara
cerita itu dibentuk agar juga ikut tampil menarik, secara total. Tidak heran
Epic mulai terasa kacau ketika ia selesai membangun cerita utama. Ini bukan
petualangan yang menarik, meskipun punya tensi yang dinamis namun cerita terus
terasa datar, sama seperti kualitas 3D yang ia milik yang tidak mampu berbuat
banyak untuk membantu menciptakan sebuah pengalaman menonton yang menarik.
Cast pengisi suara mungkin mampu sedikit memberikan nilai positif,
terutama Aziz Ansari dan Chris O'Dowd yang disini seperti bekerja paling keras.
Tanpa mereka, tanpa lelucon mereka film ini akan semakin membosankan. Tidak ada
yang spesial, mungkin hanya Pitbull, Aziz Ansari, dan Chris O'Dowd
yang mampu menampilkan ciri khas suara mereka, sisanya sangat forgettable. Ini
dampak dari keputusan Wedge yang terus berupaya memberikan porsi peran yang
sama besar pada tiap karakter, sehingga tidak ada karakter yang mendominasi
cerita. M.K., bahkan terasa sama pentingnya dengan Mub dan Grub.
Overall, Epic adalah film yang kurang memuaskan. Epic is a
snorefest. Kemasan klasik ini gagal dibentuk oleh Chris Wedge untuk
menjadi sebuah petualangan yang menarik. Sempat hebat diawal, semua berantakan
dari tengah hingga akhir, bahkan Epic tidak meninggalkan sebuah pesan yang
mampu menjadi sebuah pelajaran yang menarik. Score enam mungkin terasa cukup
tinggi, namun itu sudah sangat rendah untuk sebuah film animasi. Ice Age:
Continental Drift will said, “welcome aboard my dear, we have same score
because we have same quality.”
Oleh :
Leonardo F G (21)
Miladia Andini (23)
XI MIA 2
SMAN 1 Kepanjen