Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi
Menulis Cerpen “Awesome Journey” Diselenggarakan oleh Yayasan Kehati dan
Nulisbuku.com
Sentuhan Air
Banyak
ide – ide muncul yang berterbangan di dalam kepalaku seakan melonjak – lonjak
ingin keluar dari pusat pikiranku yang kita sering menyebutnya sebagai otak.
Kemunculan ideku ini berawal dari seorang perempuan berwajah sedikit arab,
kulit sawo matang, bertubuh sedikit lebih pendek dariku kira – kira setelingaku
dengan rambut hitam yang sangat tipis sepanjang punggung. Dia bertanya untuk
kabur dari rumahnya saat libur panjang padaku.
“Ge,
aku pasti akan bosan kalau terus – terusan di rumah selama dua pekan. Aku mau
kabur rasanya” kata dia.
“Hmm
iya sih. Eh apa kamu bilang? Kabur? Liburan? Ke mana?” balasku.
“Entah.
Menurutmu ke mana, Ge?” tanya dia.
“Bagaimana kalau mantai di Tiga Warna, Sa?
Liburan hari ke 2.” aku membuka bicara dengan mengankat jari telujuk ke mukanya
“Alam?
Ide bagus tuh Gea” jawabnya
“Woy!
Lagi ngomongin apa sih serius amat? Pasti ngomongin aku ya?” celetuk perempuan
centil dengan rambut hitam lurus sebahu, tingginya setara dengan Sasa dan paras
wajah yang cantik tentunya masih lebih cantik aku.
“Dasar
GR!” kata Sasa sambil memalingkan pandanganya ke Naura
“
Kita lagi buat rencana buat berlibur ke Tiga Warna waktu liburan nanti” kataku
“
Tiga Warna? Wah ikutan dong. Sama siapa aja?” tanya Naura
“
Entah.” Jawab Sasa dengan mengankat kedua bahunya yang mungil
“Hmm
bagaimana kalau ngajak yang lain? Pasti lebih seru.” Kata Naura
Kriiiing....
kriiing.... kriiiing.... bel pertanda dimulai pelajaran berbunyi. Setelah pelajaran
usai Naura menghampiri bangkuku.
“Ge
aku udah nemuin siapa yang mau ikut ke sana” kata dia sambil merapikan poni
yang cenderung ke arah kanan dahinya.
“Oh
ya? Siapa?”
“Ngga
perlu aku jawab pasti kamu juga uda tau. Kalau begitu kapan kita berangkat? Naik
apa?“
“Kita
berangkat hari ke – 2 liburan ya, naik motor aja”
“Iya deh nanti aku ngomong ke mereka
”҉
Kamarku
tampak seperti kapal pecah alat make upku berserakan di atas meja yang biasa
menyihir wajahku secantik putri salju. Sementara itu baju - baju terlihat
seperti tumpukan buku yang biasa kubaca di perpustakaan untuk memecahkan 1 soal
fisika yang sangat rumit. Ya aku sedang sibuk memilih baju dan kawan – kawanya
untuk besok. Tiba – tiba handphoneku berdering. Tertera sebuah nama di layar
Brian.
“Ha-halo Bri-an” jawabku dengan gelagapan.
“Ge
besok kita berangkat jam berapa? Aku udah ngga sabar nih”
“Hmm
jam 8 mungkin”
“Oke
aku tunggu ya besok di tempat biasa. See you”
Belum
sempat ku balas perkataan Brian ya sedikit kecewa. Aku memikirkan dia, tatapan
yang menusuk sampai ke hati, suara yang berwibawa, pembawaan tubuh yang
berkharisma. Bagaimana tidak dia memiliki tubuh yang sangat atletis. Dia
memiliki perut sixpack, rambut hitam lebat, wajah yang tampan tentunya. Dia
juga tinggi, aku setara telinganya. Dan tanpa kusadari aku mencintainya.
҉
Seperti
yang kujanjikan tadi malam, aku selalu datang tepat waktu bahkan sedikit lebih
awal. Kali ini aku mengenakan kaos panjang berwarna putih, rompi dari bahan
jeans biru, celana kain coklat muda yang
berbentuk seperti celana aladin dan flatshoes hitam. Aku duduk di bangku taman dengan
mata terpejam. Angin berlalu dengan menerbangkan beberapa helai rambut
gelombangku yang terurai panjang sepunggung.
“Hai
cantik. Udah lama?”
Dengan
masih terpejam aku berharap jika itu suara Brian. Tapi itu bukan suara Brian, suara
ini yang selalu kudengar setiap hari, aroma parfum yang wanginya sangat
menempel di hidungku. Dan sekarang aku merasakan dia duduk di sebelahku,
mengacak – acak rambutku. Itu Kevin.
“3 menit yang lalu” sambil membuka mata
Hening.
Kenapa yang bersikap lembut seperti ini bukan Brian? Keheningan itu terpecahkan
oleh suara cempreng kedua perempuan yang berjalan menuju tempat kami. Mereka
berhenti di depan kami
“Hai!
Oops! Maaf aku nggak bermaksud menggangu moment romantis kalian” celetuk Sasa
“Romantis
apa sih, Sa?”
“Mereka
aja biasa kenapa kamu yang sewot sih Ra?”
“Hai
guys!” celetuk Brian. Entah sejak kapan dia berada diantara kami semua
“Udah yuk berangkat. Btw aku nebeng siapa
nih?” tanyaku dengan harap jika Brian yang mengajaku bersamanya.
“Aku
nebeng Naura jadi kamu sama Kevin aja” jawab Sasa
Kenapa
selalu Kevin? Beginilah kami ke mana – mana selalu berlima namanya juga
sahabat.
҉
Setelah
berjam- jam melalui aspal yang berliku – liku seperti rambutku. Kita sampai di pantai.
“Yes.
Sampai!” tanya Kevin
“
Belum lah kita masih di Pantai Celungup” jawab Brian “Ke Pantai Tiga Warna
harus melewati Pantai Celungup dan Pantai Gatra
disini kita juga harus menyewa Guide.” Sambungnya
“Darimana
kau tahu?“ tanya Kevin
“
Apa gunanya google maps dan mbah google jika tidak dipakai?” Ledek Brian
Akhirnya
Brian berhasil menyewa Guide. Mungkin umurnya sekitar 3 atau 4 tahunan di atas
kami. Tapi aura yang dia pancarkan, sangat egois, agresif, sinis, yah pokoknya
semua hal negatif lah.
“Oke
tinggalkan motor kalian di sini dan ikuti aku!” perintah Guide
“Jadi
kita jalan kaki?” tanyaku
“Yaiyalah,
motor kalian tidak bisa memasuki perkampungan warga” jawab Guide
Kita
tidak bisa menolak permintaan Guide. Dengan membawa tas ransel yang bentuknya
menyerupai kura – kura kami sangat capek. Tapi aku bisa melihat keceriaan
gerombolan anak kecil yang sedang asik bermain permainan tradisional. Anak
perempuan bermain menggunakan karet gelang yang diuntai menjadi tali yang
panjang kemudian mereka bergantian melompatinya. Lalu anak laki – laki bermain
benda bulat kecil. Mungkin itu kelereng.
҉҉҉
Tiba
– tiba aku melihat sesuatu yang sangat menantang di depan mata. Pohon – pohon
besar, jalan setapak, suasana sunyi, sedang menunggu kita.
“Tunggu
– tunggu. Apakah kita akan masuk ke sana?” Naura angkat bicara
“Ya.
Kita harus memasukinya” jawab Guide
“Apa
tidak ada jalan lain?” rengek Sasa
“Hanya
ini jalan menuju ke Tiga Warna” balas Guide
“Oh
jadi ini alasan kita tidak boleh membawa motor?” tanyaku
“Ku
rasa aku tidak perlu menjawab pertaanyaanmu” jawab Guide
Aku
merasakan ada api membara yang membakar tenggorokanku. Lelaki itu membuatku
marah.
“Aku
capek” rengek Naura
“Masa cuma segini aja uda K.O” celoteh Brian
“Bentar lagi sampai. Sekitar 30 menit.” Balas
Guide
“Haaaaa!”
Aku, Sasa dan Naura kompak bagaikan paduan suara yang telah terlatih
Sementara
Brian dan Kevin tertawa terbahak – bahak di
belakang
҉҉҉
Angin
sepoi – sepoi menyambut kedatangan kita dengan ramah. Begitu juga dengan suara
kicauan burung yang sedang menyapa.
“Yeee
akhirnya kita sampai di Tiga Warnaaa!” teriakku dengan penuh percaya diri
“Belum
ini bukan Tiga Warna, ini Gatra” jawab Guide
Ke
empat temanku tertawa mendengarnya. Aku sangat malu.
“Oke
kita beristirahat di sini dulu. 10 menit lagi kita melanjutkan perjalanan.”
Perintah Guide
Aku
duduk dengan kedua kaki menjulur ke depan. Lalu Kevin dan Brian mengeluarkan ponselnya
untuk selfie
“Aku
ikuuuuuut” teriak Salsa diikuti Naura sambil membawa tongsisku
Alhasil
hanya tesisa aku dan guide sekarang. Aku bangkit dari dudukku untuk bergabung
bersama teman – teman, tiba – tiba ada yang menarik tangan kananku. Aku terdiam
sesaat dan berbalik badan ke belakang. Aku sangat terkejut Guide ada di depanku
sekarang. Mata kita saling bertemu entah mengapa tiba – tiba jantungku berdebar.
Lebih kuat daripada tatapan mata Brian.
“
Kau mau ke mana?” dia membuka bicara
“
Bergabung dengan teman – teman. Kenapa?” jawabku
“Terlambat.
Waktunya kita melanjutkan perjalanan” balasnya dengan melepaskan genggaman
tanganya dan memalingkan pandangan ke teman - teman
“Tapi
kita baru istirahat” kataku
“Woi!
Kaliaaan! Ayo waktunya kita berangkat!” teriak Guide
“Yah
aku belum puas foto” celetuk Naura
Lagi
– lagi kami harus menuruti perkataanya. Setelah mengambil tas masing – masing
kita melanjutkan pejalanan. Kali ini kita melewati alam yang lebih ekstrim.
Yaitu bukit. Dengan medan yang cukup buruk ditambah lagi jalan menanjak dan
menurun. Dan terik matahari yang hampir di atas kepala. Aku tertinggal jauh di
belakang.
“Aaahh!”
teriakku. Aku terjatuh entah mengapa mungkin tersandung batu. Teman –
teman dan Guide berbalik lari
menghampiriku
“Kau
tidak papa?” tanya Guide dan membantuku berdiri.
Setelah
dia melepaskan bantuanya, keseimbanganku goyah kakiku terlalu lemah untuk menopang
Guide dengan sigap menangkapku. Mata kami bertemu untuk kedua kalinya. Getaran
yang semula mereda kini muncul lagi. Tiba – tiba dia melepas tasnya lalu dia
berjongkok di hadapanku.
“Kau tidak bisa berjalan. Ayo naiklah!” Kata
Guide
Lalu
Naura dan Sasa membantuku untuk naik ke punggung Guide yang tegap itu. Sekarang
getaran itu luar biasa hebatnya.
҉҉҉
Aku
bisa merasakan sentuhan oksigen dingin yang menyentuh kulitku sejenak hatiku
merasa tantram seolah – olah tidak ada beban dalam hidupku. Dan juga suara
gerombolan butir air yang menyatu yang seling berganti. Betapa indahnya
perbatasan antara daratan dan lautan ini.
“Yuhuuu
kita sampai!” antusias Sasa dan Naura
“ Wohoooo” teriak Kevin sambil berlari dengan
membawa tongsisku
Begitulah
Kevin tidak bisa hidup tanpa selfie. Naura, Sasa dan Brian tidak kalah heboh.
Mereka mengeluarkan ponsel masing – masing untuk memburu foto dengan background
yang indah ini. Sementara aku, ah aku baru sadar kalau aku masih berada di
punggung si Guide.
“Turunkan
aku!”
“Harusnya
kau bilang terima kasih. Bukan membentakku seperti itu”
Lalu
dia menurunkanku dengan hati – hati. Lagi – lagi aku hampir terjatuh tapi Guide menangkapku
dan sekarang aku berada dalam pelukanya. Mata kami bertemu.
“Mungkin kakimu terkilir” dia mengambil
kaki ku ditaruh di pangkuanya dan memijat kaki ku.
“Ma – makasih guide” dengan
terbata bata.
“Panggil aku Bara” dengan
mengulurkan tangan seraya memperkenalkan dirinya
Kusambut tanganya dengan gemetar
“Gea”
“Pacarmu yang mana?”
“Ha? Pacar? Kita semua
bersahabat.”
“Aku tinggal sebentar ya”
Aku menjawabnya dengan anggukan
lalu dia pergi. Aku bergabung teman – teman yang asik foto bersama. Kemudian Bara
menghampiri kami dengan membawa peralatan snorkling.
“Pakai pelampung dan kaca mata
ini!”
Kami memakainya dan Bara memberi
arahan. Setelah itu kita menghanyutkan diri di atas air laut yang jernih dan
kita dapat melihat keindahan kerajaan bawah laut.
“ Andai aku bisa menyelam pasti
aku bisa menyentuh rumah mereka” gumamku
“ Lepas saja alat snorklingmu,
lalu menyelamlah” celetuk Bara
“ Aku tidak bisa berenang apalagi
menyelam”
“ Aku akan menuntunmu”
Lalu aku dan Bara melepaskanya.
Kami mulai tenggelam. Bara menyentuh tangan kiriku dan menempelkan ke terumbu
karang. Kini dia berada tepat di belakangku jantungku berdebar kencang.
҉҉҉
Masih
dengan basah kuyub kita bertiga duduk di tepi pantai
“Ngapain
senyum – senyum sendiri. Kaya orang gila aja Sa” kataku
“Hmm
ngga papa. Ngga lagi jatuh cinta kok. Eh maksutku bukan itu”
“Eh
siapa yang tanya jatuh cinta. Wah pasti lagi jatuh cinta nih. Cerita dong”
tanya Naura
“Iya
aku lagi suka sama Bri- brian”
“Jadi selama ini kamu suka sama aku?” tiba –
tiba Brian muncul dan perlahan memluk Sasa dengan hangat
Hatiku
seperti gelas yang pecah, hancur. Ternyata selama ini sahabatku mencintai orang
yang aku cintai. Aku berlari, pipiku basah aku tidak bisa menahanya. Sialnya
Naura mengejarku. Lalu aku bertabrakan dengan Kevin.
“Kamu
kenapa Ge? Cerita sama aku”
“
Aku dan Sasa mencintai orang yang sama. Bri – brian. Dan mereka sudah jadian”
“Brian?
Udahlah masih banyak kok cowok yang lebih baik. Aku bisa gantikan Brian di
hatimu. Aku sayang kamu Gea.”
“Maaf
Kevin aku ngga bisa”
Lalu
aku mendengar suara isakan dari belakang. Itu Naura. Aku mendekatinya dan
kupeluk sahabatku itu. Aku sadar jika Naura selama ini mencintai Kevin. Tiba – tiba
Naura melepaskan pelukanku dan pergi lalu Kevin mengejarnya. Dari kejauhan aku
dapat melihat Kevin menghentikan langkah Naura dan memeluknya. Terkadang bahagia
itu melihatmu bahagia bersama orang lain meskipun ada rasa yang mengganjal.
҉҉҉
Dengan
isakan yang kencang aku berjalan ke bibir pantai, kujatuhkan alat snorkling. Aku
menenggelamkan diri di tengah – tengah pantai karena hanya di dalam air ketenangan
hadir. Air laut yang semula tenang kini membawaku ke dalam higga dasar. Tiba – tiba ada yang menariku ke atas.
“Apa
kau gila? Kau tidak bisa berenang apalagi menyelam. Kau bisa mati”
“Kau
tidak tahu apa yang aku rasakan Bara”
Aku
terisak semakin kencang. Tiba – tiba Bara memeluku dengan erat, entah mengapa
isakan ku berhenti seketika. Lalu dia menghapus air mata di pipiku dan untuk
kesekian kalinya mata kami bertemu.
“Ku
rasa air dapat menghilangkan bebanku. Apa kau mau membantuku menyelam Bara?”
sial ngapain aku mengajaknya menyelam. Bodoh.
“Oke.
Tapi jangan coba – coba untuk pergi dariku”
Mendengar perkataan itu jantungku
berdebar. Lalu dia menuntunku untuk menyelam. Kini hanya ada aku dan dia seperti
tadi dia di belakangku. Lalu dia menepuk pundaku dan membuatku berbalik
menghadapnya. Mata kami bertemu dan aku sangat canggung. Mulutnya mengatakan
beberapa kata aku tidak bisa mendengarnya namun aku berusaha membacanya. Aku
terkejut setelah tahu apa yang dia ucapkan. Mataku membelakak, tenggorokanku
sepeti tesedak sesuatu. Aku menjawabnya dengan anggukan dan kami berpelukan.
Jantungku seakan – akan telah tertusuk oleh sebuah panah. Panah cinta tepatnya.